Selamat membaca
Metalurgi
semoga bermanfaat
Showing posts with label Metalurgi. Show all posts
Showing posts with label Metalurgi. Show all posts

Metalurgi Ekstraksi - Diagram Ellingham

Energi bebas Gibbs (ΔG) merupakan besaran dari pemicu dalam proses termondinamika yang menyebabkan terjadi atau tidaknya suatu reaksi. Nilai negatif dari ΔG menandakan bahwa reaksi terjadi secara spontan tanpa adanya energi dari luar, sedangkan jika nilai dari ΔG positif maka reaksi yang terjadi tidak spontan dan membutuhkan energi agar reaksi tersebut dapat terjadi. Persamaan dari energi bebas Gibbs, yaitu[1]:
ΔG = ΔH - TΔH
di mana ΔH (J) adalah entalpi, T merupakan temperatur absolut (K), dan ΔS adalah entropi (JK-1). Entalpi merupakan nilai dari energi aktual yang terbagi ketika terjadinya suatu reasksi (heat of reaction). Jika nilainya negatif, maka reaksinya menghasilkan energi, dan sebaliknya jika positif maka reaksinya membutuhkan energi. Sedangkan entropi merupakan probabilitas dari perubahan ketidakteraturan atom-atom dalam produk dibandingkan dengan reaktan. Contohnya yaitu jika terdapat padatan (atomnya teratur) bereaksi dengan liquid (atomnya kurang teratur) dan menghasilkan suatu gas (sangat tidak teratur) sehingga terjadi delta yang sangat positif pada reaksi tersebut.
perbandingan entropi berbagai fasa

Gambar 1 Perbedaan nilai entropi pada masing-masing fasa[2]
Diagram Ellingham adalah diagram yang diplot berdasarkan ΔG vs temperatur. Karena nilai ΔH dan ΔS pada dasarnya bersifat konstan terhadap temperatur kecuali terjadi permubahan fasa, sehingga energi bebas Gibbs (ΔG) vs temperatur dapat digambarkan sebagai persamaan garis lurus dengan ΔS sebagai gradien dan ΔH sebagai konstanta. Perubahan gradien akan terjadi ketika terjadinya perubahan fasa pada material yang meliputi pelelehan ataupun penguapan.

y = mx + c

di mana: y = ΔG; m = - ΔS; x = T; dan c = ΔH.
Energi bebas pembentukan pada kebanyakan oksida logam bernilai negatif, sehingga pada diagram Ellingham digambarkan dengan garis ΔG = 0 pada sisi atas diagram. Sedangkan temperatur di mana logam ataupun oksida logam mengalami pelelehan ataupun penguapan ditandai dengan tanda berbeda pada diagram tersebut, seperti terlihat pada Gambar 2.

diagram ellingham

Gambar 2 Diagram Ellingham[3]
garis kesetimbangan nikel pada diagram ellinghamSeperti terlihat pada Gambar 2, diagram Ellingham digambakan sebagai reaksi dari logam menjadi oksidanya. Tekanan parsial dari oksigen disamakan menjadi 1 atm, dan semua reaksi diseragamkan sehingga hanya bereaksi dengan satu mol oksigen.
Mayoritas dari gradien garis pada diagram Ellingham bernilai positif atau naik ke atas. Hal tersebut terjadi karena fasa dari logam maupun oksidanya dalam bentuk fasa terkondensasi  (padatan atau cairan). Ketika terjadi reaksi antara gas dengan fasa terkondensasi dan menghasilkan fasa terkondensasi lain yang berupa oksida logam, nilai dari entropi akan turun. Salah satu contoh dari reaksi tersebut yaitu:

2Ni + O2 => 2NiO

Pada persamaan reaksi C + O2 => CO2, terjadi reaksi antara fasa solid dengan satu mol gas dan menghasilkan satu mol senyawa dengan fasa gas, sehingga perubahan entropinya sangat sedikit (ΔS ≈ 0) dan menghasilkan garis yang mendekati horizontal.
Gradien garis akan bernilai negatif jika perubahan entropinya bernilai positif. Contoh reaksi yang mempunyai gradien garis negatif adalah

2C + O2 => 2CO

garis kesetimbangan karbon pada diagram ellinghamPada reaksi tersebut terjadi reaksi antara fasa padat dengan gas kemudian menghasilkan 2 mol fasa gas, sehingga terjadi peningkatan nilai entropi (ΣS produk > ΣS reaktan), maka ΔS bernilai positif, karena ΔS bernilai positif maka gradien kemiringan garisnya bernilai negatif.
Posisi garis dari suatu reaksi pada diagram Ellingham menunjukan kestabilan oksida sebagai fungsi dari temperatur. Reaksi yang berada pada bagian atas diagram adalah logam yang bersifat lebih mulia (contohnya emas dan platina), dan oksida dari logam ini bersifat tidak stabil dan mudah tereduksi. Semakin kebawah posisi garis reaksi maka logam bersifat semakin reaktif dan oksida menjadi semakin stabil.
Suatu logam dapat digunakan untuk mereduksi oksida jika garis oksida yang akan direduksi terletak diatas garis logam yang digunakan sebagai reduktor. Contoh, garis 2Mg + O2 => 2MgO terletak dibawah garis Ti + O2 => TiO2, maka magnesium dapat digunakan untuk mereduksi titanium oksida menjadi logam titanium.
Karbon merupakan bahan yang paling sering digunakan sebagai reduktor untuk mereduksi oksida menjadi logamnya. Pada diagram Ellingham garis reaksi 2C + O2 => 2CO mempunyai gradien yang negatif, sehingga data yang didapat dari perpotongan garis ini dengan garis pembentukan oksida lainnya dapat dijadikan acuan untuk mereduksi oksida. Contoh karbon dapat mereduksi kromium oksida menjadi kromium pada temperatur lebih dari 12250C.
Diagram Ellingham juga dapat digunakan untuk menentukan rasio antara CO dan CO2 yang dibutuhkan untuk dapat mereduksi logam oksida menjadi logam. Selain itu diagram ini dapat digunakan untuk mengetahui kesetimbangan dari tekanan partial oksigen dari logam atau oksida saat temperatur tertentu.
Silahkan Download Artikel di atas Dalam Bentuk:

DOC | PDF

Daftar Pustaka
[1] Gaskell, David R. 2003. Introduction to the Thermodynamics of Materials. New York: Taylor & Francis.
[2] Katili, Sari. 2012. Diktat Mata Kuliah Termodinamika Material. Departemen Teknik Metalurgi dan Material.
[3] web.mit.edu/2.813/www/readings/Ellingham_diagrams.pdf.

Proses Pembuatan Besi Baja - Proses ITmK3


ITmk3® ([Ai Ti:] Mark Three)


contoh proses ITmK3ITmk3® merupakan proses pembuatan besi generasi ketiga setelah Mydrex dan Blast Furnace yang menggunakan prinsip Rotary Hearth Furnace yang menghasilkan pig iron dengan kualitas yang prima dalam bentuk iron nugget. Prinsip kerja dari ITmk3® mirip dengan prinsip kerja dari Fastmelt.
Pada awal tahun 1990, perusahaan Midrex dan Kobe Steel menggunakan teknik Heat Fast Process untuk memproduksi Direct Reduced Iron yang merupakan teknologi pertama dalam menggunakan batu bara sebagai pereduksi bijih besi tersebut. Cara tersebut menggunakan prinsip Rotary Hearth dengan proses Fastmet. Pada tahun 1996, Kobe Steel melakukan suatu penelitian terhadap pengembangan suatu proses pembuatan besi baja generasi ke tiga, yaitu ITmk3®. Proses penelitian yang dilakukan terdiri dari dua bagian, yaitu:
· Bagian 1 (Juli 1996 – Juni 1998) untuk mempelajari mekanisme reaksi dan teknologi dasar yang dipergunakan.

·  Bagian 2 (setelah bagian 1 selesai) membuat dan menkonstruksi suatu pabrik percontohan.
Pada bulan September 2001, perusahaan Mesabi Nugget menjalankan pabrik percontohan tersebut. Dan akhirnya Mesabi Nugget mendirikan pabrik di Minesotta, USA dengan produksi 500.000 tpa dan digunakan pada akhir tahun 2009 untuk memulai operasi menggunakan proses ITmk3®.

Prinsip Dasar ITmk3®

Prinsip dasar dari ITmk3® adalah Rotary Heart Furnace (RHF). Prinsip reduksi dari RHF diilustrasikan pada gambar di bawah ini:

prinsip dasar ITmK3
Pada RHF, besi oksida yang tereduksi akan membentuk suatu lapisan tipis pada bagian tungku perappian (Furnace Hearth). Bijih besi dapat berbentuk pellet ataupun fine ore. Bagian bawah (bed) akan bergerak secara lambat selama proses reduksi berlangsung menggunakan gas CO dan H2 sebagai reduktor. Pusat perhatian pada RHF terletak pada perpindahan panas yang terjadi pada bagian bawah dari RHF. Produktifitas dari proses RHF biasanya diekspresikan sebagai massa dari produk yang terproduksi per satuan area per satuan waktu.


prinsip dasar proses rotary hearth furnace
RHF dapat dibagi menjadi tiga zona, yaitu 1) Pre-heating zone, di mana material yang ada di bagian bawah dipanaskan dari temperature kamar hingga 6000C, 2) Pre-reduction zone, pada zona ini besi oksida tereduksi menjadi FeO, dan 3) Final reduction zone, di mana FeO tereduksi menjadi Fe. Laju dari proses reduksi tergantung pada tebal lapisan pada hearth, ukuran pellet.
Jika feed yang dimasukkan ke dalam RHF berbentuk pellet yang multilayer, lapisan teratas akan tereeduksi terlebih dahulu dan lapisan yang paling belakang akan memiliki waktu reduksi yang lebih lama. Secara skematik dapat direpresentasikan sebagai berikut:
Skematik proses rotary hearth furnace

Dan yang lebih terpenting lagi bahwa proses RHF ini secara signifikan mengurangi emisi CO2 yang dibuang ke udara, dibandingkan dengan proses Blast Furnace

ITmk3® Flow Sheet

diagram alir proses ITmK3

                Prinsip pembuatan besi nugget menggunakan ITmk3® hamper sama dengan Fastmet. Pertama fine ore akan direduksi oleh batu bara yang telah dihancurkan (konsumsi sebesar 500 kg/t). Feed dari proses ini adalah fine ore ditambahkan dengan batu bara yang telah dihancurkan, lalu dilakukan proses aglomerisasi antara ore dengan batu bara sehingga dihasilkan composite pellet.  Pada tahap ini dapat ditambahkan suatu bahan pengikat untuk menambah kekuatan mekanik dari pellet tersebut. setelah itu pellet dikeringkan dan dilewatkan ke mesin screening untuk mendapatkan pellet dengan ukuran 17-19 mm. Bijih dengan ukuran yang lebih dari 19 mm dan kurang dari 17 mm, akan di sirkulasikan kembali ke dalam pelletizer.
                Setelah kering, pellet didistribusikan ke dalam mesin RHF dan pellet dipanaskan pada temperature 1350-14000C. selanjutnya batu bara akan mengalami devolatilisasi sehingga besi oksida mengalami reduksi. Kontak yang terjadi antara besi oksida dengan karbon pada suhu yang tinggi akan menghasilkan laju reaksi yang cepat dan biasanya sebesar 6-10 menit. Dengan memanaskan komponen gangue dan debu akan meningkatkan kelembutan dari hasil yang didapat. Setelah pemanasan di dalam RHF biasanya akan terbentuk rongga dan akan terbentuk metalised iron shell serta pada bagian bawah pada rongga terdapat butir-butir terak cair. Lalu produk yang panas tersebut (hot product) akan dimasukkan ke dalam melter untuk memisahkan iron nuggets dari terak.
                Pada saat proses berlangsung terjadi beberapa reaksi yaitu:
mekanisme reaksi pada reduksi bijih besi dengan ITmK3

                Keunikan dari ITmk3® yaitu temperature operasinya relative tinggi sehingga sebagian besar dari gangue akan hilang. Serta nuggets yang terbentuk biasanya memiliki ukuran sebesar 5-25 mm dengan densitas yang tinggi yaitu sekitar (7,4-7,6 Kg/m3). Dan nuggets dari proses tidak akan mengalamai oksidasi kembali sehingga dapat langsung dimasukkan ke dalam Electric Arc Furnace untuk dijadikan baja. 


Hasil Akhir Proses ITmk3®


Hasil akhir dari proses ini adalah iron nuggets dengan kemurnian yang tinggi. Dan kandungan FeO yang tersisa sangat sedikit, serta terjadinya erosi pada refraktrori dalam melter furnace sangat kecil. Iron nuggets sendiri dapat menjadi pengganti yang baik untuk pig iron dalam proses pembuatan baja dengan  EAF.


hasil akhir proses ITmK3

Komposisi dari iron nuggets
Element
Percentage
C
2,5 - 3,0
P
0,01 - 0,02
S
0,05 - 0,07
Fe
96,0 - 97,0

Dan satu hal lagi yang harus diperhitungkan bahwa proses ini lebih ramah lingkungan dan membutuhkan konsumsi energy yang lebih rendah.
perbandingan emisi gas dan konsumsi listrik
Silahkan Download Artikel di atas Dalam Bentuk:

DOC | PDF

Daftar Pustaka

[1] Chatterjee, Amit. 2010. Sponge Iron Production by Direct Reduction of Iron Oxide. New Delhi: PHI Learning Private Limited


Pembentukan Logam - Thermo-mechanical Control Process (TMCP)

TMCP atau Thermo-Mechanical Control Process  merupakan sebuah teknologi yang ditemukan oleh “Japanese Plate Mills” yang memproduksi baja TMCP pada pertengahan tahun 1980an. TMCP merupakan proses advance dari rolling dimana selama pemrosesannya, proses rolling ulang dan pendinginan setelah proses roll awal merupakan hal yang penting demi terciptanya sifat yang diinginkan. TMCP meliputi Thermo-Mechanical Rolling (TMR) dan Accelerated Cooling (AcC).

definisi dari TMCP
Gambar 1 Definisi TMCP (IACS)
TMCP pada baja bertujuan untuk mendapatkan mikrostruktur Acicular Ferrite yang baik dan seragam , daripada mendapatkan struktur Ferrite/Pearlite pada baja konvensional. Jika mendapatkan fasa Accicular Ferrite, baja akan memiliki kekuatan yang lebih tinggi serta ketangguhan yang lebih baik.

hubungan antara tegangan tarik terhadap karbon ekivalen
Gambar 2 Hubungan antara tensile strength dengan karbon ekivalen
Gambar diatas menunjukan perbandingan tensile stress baja TMCP dengan baja konvensional. Baja TMCP memiliki tensile strength yang lebih baik dibandingkan baja konvensional karena memiliki ukuran butir yang lebih kecil. Berikut merupakan contoh mikrostruktur beberapa perlakuan TMCP dengan siklus pendinginan dan temperatur perlakuan yang berbeda:

konsep perubahan mikrostruktur saat TMCP
Gambar 3 Konsep perubahan mikrostruktur saat TMCP
Terlihat bahwa baja TMCP memiliki struktur yang lebih pipih dan lebih kecil dari batas butirnya sehingga memiliki kekuatan yang lebih tinggi dibandingkan tidak dilakukan TMCP.
layout dari peraltan TMCP


Gambar 4 Layout dari proses TMCP

Silahkan Download Artikel di atas Dalam Bentuk:

DOC | PDF

Daftar Pustaka

Proceedings of The Twelfth International Offshore and Polar Engineering Conference, Jepang, May 26-31, 2002

Proses Pembuatan Besi Baja - Proses Smelting Reduction

Definisi Smelting Reduction

Smelting Reduction (SR) secara general berati proses peleburan melibatkan reaksi reduksi kimia. Dan untuk istilah tertentu SR dapat diartikan sebagai kumpulan dari proses, yang memproduksi logam cair panas dari bijih besi tanpa menggunakan kokas sebagai pereduksi. Teknologi SR melibatkan baik dari solid-state reduction dan peleburan.

        I.       Prinsip dan Keuntungan Proses Smelting Reduction

Teknologi SR secara umum terdiri dari dua bejana atau dua zona, yaitu zona pre-reduksi dan bejana Smelting Reduction. Walaupun bejana yang benar-benar terpisah tidak terlalu diperlukan dalam teknologi ini. Berikut adalah diagram prinsip teknologi SR
Proses Smelting Reduction pada pembuatan besi baja
Proses Smelting Reduction
Batubara di umpankan ke bejana Smelting Reduction dimana akan terjadi gasifikasi, proses ini mengantarkan panas dan gas panas yang mengandung karbon monoksida. Karbon monoksida yang direduksi menjadi karbon dioksida puan akan menghasilkan panas yang digunakan untuk meleburkan besi di bejana Smelting Reduction. Gas panas dialirkan ke bejana pre-reduction untuk membentuk oksida besi-prareduksi(pada solid state). Lalu besi prareduksi ini dipindahkan ke bejana Smelting Reduction untuk tahap akhir. Hasil dari proses ini akan menghasilkan produk yang mirip dengan DRI (Direct Reduction Iron).
Keuntungan dari proses ini adalah (dibandingkan Blast furnace):
1.  Tidak digunakan cokes (cooking coal) yang relatif langka dan mahal. Proses ini dapat menggunakan  steaming coal yang  persediaannya masih banyak di Indonesia, dan dikatakan lebih ramah lingkungan.
2.  Aglomerasi dari biji besi pun tidak digunakan dalam proses ini, karena menggunakan peleburan dari biji besi.
3.  Tidak ada pembentukan cohesive zone,temperatur yang digunakan pada reaksi tinggi sehingga tidak terjadi penggumpalan.
Jenis-jenis Proses Smelting Reduction
Proses yang sudah digunakan:
1.       Melter-gasifier (Corex, Finex)
2.       Iron bath reactor (Hismelt)
Proses yang sedang dikembangkan:
·         DIOS (Direct Iron Ore Smelting Reduction), Jepang
·         AISI-DOE, USA
·         Romelt, Rusia
·         IFCON, Afrika Selatan
·         CCF (Cyclone Converter Furnace), Italia-Dutch
·         Ausiron dan Hlsmelt, Australia
·         TECNORED, Brazil

Corex Smelting Reduction

Proses Corex merupakan proses  Smelting Reduction yang paling komersil dan menghasilkan molten iron  dalam skala besar (dengan kapasitas 1000 thm/days, berdasar pada Germany Ministry of Research + Technology Austrian Research Promotion Foundation). Untuk skema proses dapat dilihat pada gambar dibawah:
 
salah satu proses smelting reduction, proses corex
Proses COREX
Proses ini menggunakan dua reaktor terpisah yaitu reduction shaft  dan melter-gasifier. Batubara dimasukkan ke tungku dari melter-gasifier dan diubah menjadi arang pada suhu 1100-11500C.
Oksigen ditiupkan ke melter-gasifier dan menghasilkan gas yang tereduksi hasil gasifikasi batubara. Gas ini (mendekati 95% CO + H2 dan 3% CO2), setelah pendinginan sekitar 800-8500C lalu partikel debu/dust dihilangkan, gas tersebut dimasukkan ke dalam reduction shaft , dimana terdiri dari lump ores, pelet atau sinter direduksi menjadi sponge iron. sponge iron  ini lalu diekstraksi dari reduction shaft  oleh konveyor dan dimasukkan ke dalam melter-gasifier, dimana terjadi peleburan.
Proses selanjutnya dari hot metal sama seperti blast furnace. Dan kualitasnya pun mirip dengan BF. Dapat juga ditambahkan limestone untuk menambah tingkat basa dari terak dan dapat menghilangkan sulfur dari  hot metal.
Pada reduction shaft, proses metalisasi mencapai 70-90%, yang dapat dipengaruhi oleh:
·         Jumlah dan kualitas dari reduksi gas, terutama % CO dan H2.
·         Temperatur dari proses reduksi gas.
·         Ukuran partikel dan distribusinya.
Keuntungan dari proses corex adalah dapat  mengurangi biaya investasi jika dibandingkan dengan tanur tinggi pada proses pembuatan baja konvensional, menurunkan biaya produksi 15-25% dibandingkan dengan tanur tiup, dapat menggunakan berbagai bijih besi dan batubara termalmengurangi CO2 yang dihasilkan sampai 45% jika digunakan dengan efisiensi dan teknologi terbaru.

Prospek Smelting Reduction di Indonesia

Harga gas alam dan pelet bijih besi yang digunakan untuk reaktor HyL3 di PT. Krakatu steel, semakin meningkat dan menimbulkan cost production yang besar. Penggunaan tanur tiup yang sudah banyak digunakan di beberapa negara pun masih kurang cocok jika digunakan di Indonesia, mengingat ketersediaan sumber cokes di Indonesia pun sangat minim. Ditemukan sumber coaking coal di daerah Kalimantan Tengah. Namun kuasa eksploitasinya sudah dibawah BHP Bilton. Pilihan untuk mengimpor bahan tersebut patut dipertimbangkan lagi, kembali lagi karena menimbulkan cost production yang besar, dan dapat mengurangi daya saing jika harganya menjadi lebih mahal.
Teknologi SR menggunakan coal (steaming coal) yang banyak tersedia di Indonesia. Bahkan pada tahun 2005 pun Indonesia sudah dapat memproduksi 150 juta ton batubara, yang sayangnya masih banyak digunakan untuk keperluan ekspor, dibandingkan sebagai sumber energi bagi industri dan manufaktur di dalam negeri. Padahal Indonesia mempunyai potensi yang besar dalam produksi besi baja, mengingat sumber daya bijih besi yang bisa dibilang agak  melimpah jumlahnya. Apalagi banyak tempat penambangan batu bara yang berdekatan dengan penambangan bijih besi, hal ini dapat mengurangi cost production dengan jumlah agak signifikan. Dan dapat disimpulkan, penggunaan smelting reduction dalam pengolahan besi di Indonesia dapat menjadi prospek yang baik dalam perkembangan industri dan manufaktur logam negara kita.

Daftar Pustaka
[1] isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/212063136.pdf
[2] http://www.djmbp.esdm.go.id
[3] igitur-archive.library.uu.nl/dissertations/1970148/c6.pdf

Perbandingan Physical Vapor Deposition (PVD), Chemical Vapor Deposition (CVD) dan Diffusion Hardening

Pengerasan permukaan (surface hardening) merupakan suatu proses yang bertujuan untuk meningkatkan ketahanan aus dari material tanpa mengurangi sifat ketangguhan dari material tersebut [1,2]. Pengerasan permukaan memiliki beberapa keuntungan, yaitu pada baja dapat digunakan baja karbon renda dan sedang yang murah untuk didapatkan permukaan yang keras dengan ketangguhan yang tinggi tanpa terjadinya distorsi dan cracking. Terdapat tiga tipe perlakuan pengerasan permukaan (Davis, 2002), dengan masing-masing tipe memiliki prinsip yang berbeda, yaitu thermochemical diffusion/diffusion hardening, applied energy/thermal method, dan surface coating/surface-modification method.
Metode physical vapor deposition (PVD) dan chemical vapor deposition (CVD) termasuk ke dalam tipe surface coating yang merupakan proses pendepositan lapisan yang keras pada permukaan material menggunakan senyawa yang berbeda secara struktur kimia dan sifatnya.
proses sputtering pada physical vapor depositionPVD merupakan proses yang melibatkan pembentukan lapisan coating pada permukaan material dengan prinsip deposisi atau pengendapan secara fisik paritikel-partikel atom, ion atau molekul dari bahan pelapis/coating. Terdapat tiga teknik untuk melakukan proses PVD, yaitu thermal evaporation, sputtering, dan ion plating. Pada teknik thermal evaporation material akan dipanaskan dalam kondisi yang vacuum, kemudian dengan temperatur yang cukup tinggi atom-atom akan menguap dari sumber dan akan mengendap pada material yang akan dilapisi [2]. Pada sputtering material akan dilapisi dengan proses penghamburan atom secara mekanik dengan menjatuhkan kejut ion-ion atau atom-atom yang berenergi dan biasanya menggunakan atom Argon. Benturan atom Argon mampu mengeluarkan atom target yang kemudian menuju logam yang dilapis (substrat) dan part lain yang ada dalam chamber[2]. Sedangkan untuk proses ion plating, prinsip dasarnya sama seperti proses evaporation. Pada proses ini sumber pelapisnya berasal dari kawat yang dijadikan sebagai anoda, sedangkan material yang akan dilapisi akan menjadi katoda dengan menggunakan sumber DC dengan tegangan antara -500 hingga -5000 V, sehingga atom bergerak cepat menuju ke substrate dan menghasilkan lapisan yang lebih rapat dan kuat[2]. Kelebihan dari proses ini adalah: proses dapat dikontrol dengan mudah, temperatur deposisi yang rendah, hasil lapisan yang rapat dan baik. Sedangkan kekurangannya yaitu proses vakum yang membutuhkan biaya yang besar, ukuran komponen yang dapat dilapisi terbatas, serta laju pelapisan yang rendah. 
proses chemical vapor depositionCVD merupakan proses yang menghasilkan lapisan coating secara kimiawi atau dengan reaksi kimia pada permukaaan material yang dipanaskan [2]. Seperti terlihat pada gambar di samping, pelapisnya berupa gas yang akan bereaksi dengan permukaan material saat pemanasan berlangsung dan menghasilkan lapisan yang keras serta menghasilkan produk gas yang akan dibuang melalui reactor, dengan persamaan reaksi sebagai berikut:

MClx + H2 + 0.5N2 = MN + xHCl
MClx + CH4 = MC + xHCl
Contohnya:
TiCl4 + CH4 = TiC + 4HCl
TiCl4 + 1/2N2 + 2H2 = TiN + 4HCl
TiCl4 + NH3 + 1/2H2 = TiN + 4HCl

Kelebihan dari CVD, yaitu hasil lapisan yagn memiliki kekerasan yang tinggi, gaya adhesi yang baik, dan kerataan hasil lapisan yang baik. Sedangkan kekurangan dari proses ini yaitu menggunakan temperatur yang tinggi, serta pengaruh terhadap lingkungan akibat gas yang dihasilkan. Baik PVD dan CVD digunakan untuk menambah ketahanan aus pada baja perkakas.
Sedangkan proses pengerasan dengan prinsip difusi (diffusion hardening) melibatkan modifikasi komposisi kimia pada permukaan material dan membutuhkan energi panas agar proses difusi tersebut berlangsung [1]. Metode ini menggunakan berbagai macam senyawa pengeras seperti karbon, nitrogen atau boron dalam bentuk gas, liquid, ataupun ion yang akan berdifusi pada permukaan material. Proses ini akan menghasilkan berbagai macam variasi profil kedalaman dan kekerasan yang bergantung pada temperatur dan lama waktu prosesnya.
variabel temperatur pada PVD dan CVD
variabel kedalaman pada PVD dan CVD
pengaruh kekerasan terhadap PVD dan CVD

pengaruh harga terhadap PVD dan CVD
Gambar 1.1 Perbandingan antara PVD, CVD dan Diffusion Hardening[2]
Silahkan Download Artikel di atas Dalam Bentuk:

DOC | PDF
Daftar Pustaka
[1] ASM Handbook Volume 4: Heat Treating. 19991: ASM International.
[2] Davis, J.R. 2002. Surface Hardening of Steels: Understanding the Basics. USA: ASM International.

Proses Daur Ulang Aluminium


Daur Ulang AluminiumDaur ulang aluminium merupakan proses di mana scrap dari logam ini dapat digunakan kembali menjadi suatu produk. Proses yang digunakan sangat sederhana, yaitu dengan cara melakukan re-melting logam tersebut. Sekitar tahun 1900, proses recycle Al masih sedikit dilakukan dan belum menghasilkan keuntungan yang besar, dan proses ini mulai berkembang sekitar tahun 1968 ketika kaleng minuman yang berasal dari logam aluminium mulai di daur ulang dan pada tahun 1972 sudah sebesar 24.000 metrik ton kaleng minuman yang di daur ulang dan melonjak tajam pada tahun 2006 yang mencapai 525.000 metrik ton. Proses daur ulang dari Al memiliki beberapa keuntungan yaitu mengurangi konsumsi energy/energy savings di mana pada proses ini hanya dibutuhkan 5 % dari energy pada saat pengolahan Al dari bijih bauksit. Selain itu, dapat mengurangi emisi gas buang yang dihasilkan pada saat proses pengolahan Al dari bauksit, terutama mereduksi CO2 dan gas rumah kaca seperti CF4, C2F6, dan PFC, sehingga lebih ramah lingkungan.

Proses Daur Ulang Aluminium

Secara umum, proses daur ulang dari Al terlihat seperti diagram alir di bawah ini:
 
Proses Daur Ulang Aluminium
Gambar 1. Diagram Alir Proses Daur Ulang Aluminium

1.    Bahan Baku dan Cara Pengumpulannya

Terdapat dua jenis raw materials yang bisa digunakan pada proses daur ulang aluminium, yaitu new scrap dan old scrap. New scrap didapatkan pada saat proses pengolahan aluminium dari bauksit. Di mana pada saat pemrosesan akan menghasilkan aluminium by-product, seperti skimmings dan dross pada saat proses pelelehan dan pengecoran, edge trimmings dan billet ends pada saat proses rolling dan extruding, turnings, millings dan borings saat proses machining, serta off-cuts saat proses stamping. Aluminium tersebut disebut new scrap, karena dihasilkan pada saat proses produksi pertama dan belum sampai pada tahap pemakaian oleh konsumen. Selanjutnya adalah old scrap, di mana dihasilkan dari aluminium yang telah dibeli oleh konsumen dan telah digunakan dalam jangka waktu tertentu. Terdapat beberapa jangka waktu untuk setiap produk aluminium, dari yang hanya beberapa minggu seperti untuk kemasan makanan seperti kaleng, sampai untuk aplikasi yang sangat lama, seperti pada aplikasi untuk frame kaca dan bagian-bagian bangunan lainnya. Sehingga jika benda-benda tersebut tidak digunakan kembali, dan menjadi aluminium old scrap. Kemudian masing-masing material bekas tersebut dikumpulkan dan dilakukan proses daur ulang untuk menghasilkan aluminium yang beru.
 
Jenis Scrap Aluminium
Tabel 1 Berbagai Macam Bahan Baku (Scrap) Aluminium

2.    Perlakuan Bahan Baku

Scrap harus memiliki kualitas tertentu sebelum dilakukan proses peleburan. Untuk mendapatkan kualitas yang baik, semua material yang menempel harus dipisahkan dan dilakukan proses scrap soritng berdasarkan tipe paduan dan kadarnya. Berdasarkan tipe srap, material yang berasal dari produksi aluminium atau new scrap langsung dipisahkan tanpa melalui proses treatment khusus.
Setelah dibersihkan, scrap kemudian dicacah agar mudah dilakukan penangan lebih lanjut dan dipisahkan berdasarkan tipe paduannya. Turnings akan dilakukan proses penghilangan semua bahan-bahan pelekat, lalu dilakukan degreasing dan dikeringkan dan dipisahkan dari partikel-partikel besi menggunakan separator magnetik. Scrap yang berukuran besar seperti blok mesin, dilakukan pemisahan/fragmentasi dengan tujuan untuk memisahkan dari material lainnya. Scrap jenis ini akan dimasukkan ke dalam furnace untuk memisahkan besi secara termal. Selain itu digunakan alat high ternsion separator untuk memisahkan Al dari pengotor berdasarkan sifat konduktifitas. Selain itu scrap dari bungkus makanan seperti kaleng dapat dipisahkan dari komponen non-metalik dengan menggunakan pirolisis untuk menguapkan pengotor tersebut. Lalu, aluminium skimmings biasanya akan dihancurkan dengan cara di-mill dan dipisahkan berdasarkan berat jenis, dan aluminium oksida dapat dipisahkan dengan menggunakan proses sieving.

3.    Pemisahan secara spesifik pada scrap berdasarkan unsur paduan

Sebelum dimasukkan ke dalam furnace, aluminium akan dipisahkan berdasarkan komposisi unsur paduannya agar didapatkan ketepatan komposisi pada saat produk telah jadi. Pada proses ini telah dilakukan secara komputerisasi sehingga lebih mudah dan efektif.

4.    Peleburan

Pada saat peleburan akan dicampur antara scrap hasil casting dan wrought yang telah dibersihkan dan disortir terlebih dahulu. Pemilihan dapur berhubungan dengan konten oksida, tipe dari material pengotor, dimensi dan geometri scrap, dan kondisi saat operasi. Jenis dapur yang paling banyak digunakan adalah rotary furnace. Proses pelelehan dilakukan pada suhu Tm dari Al yaitu sekitar 750 °C ± 100 °C dibawah lapisan garam. Pada saat proses peleburan biasanya Al akan bereaksi dengan oksigen membentuk Al2O3 dan menghasilkan aluminium dross, dan dapat digunakan untuk industri semen. Namun dengan menggunakan garam pada saat peleburan dapat mengurangi oksida yang terbentuk pada aluminium serta akan menghilangkan pengotor pada liquid metal.

5.    Refining

Setelah melalui proses peleburan, Al akan melalui proses refining di mana dilakukan di holding furnace. Proses ini bertujuan untuk mengatur kadar paduan dan konsentrasi-nya serta untuk menghilangkan pengotor dengan penambahan agen pemurni. Contohnya yaitu ditambakan klorin untuk menghilankan elemen pengotor seperti Ca dan Mg dan melakukan proses degassing pada metal tersebut.  

6.    Pengecoran

Pengecoran merupakan tahap akhir dari proses aluminium, di mana aluminium cair akan dicor ke dalam ingots (4-25 Kg) dan aluminium oksida yang terperangkap dilakukan pemisahan saat proses pengecoran. Selain dicor, aluminium cair dijadikan produk wrought, di mana dimasukkan ke dalam ekstrusi untuk menjadi billets dan di rol dan menjadi slabs, yang dilanjutkan dengan proses perlakuan panas.
Produk hasil daur ulang aluminium
Gambar 2 Produk Hasil Daur Ulang Aluminium

Produk yang dihasilkan dari proses ini sangat beraneka ragam. Produk yang dihasilkan bisa sama dengan sebelum didaur ulang seperti untuk bingkai jendela, ataupun menjadi produk yang berbeda seperti cylinder head menjadi gearbox.

Silahkan Download Artikel di atas Dalam Bentuk:

DOC | PDF

Referensi
[1] Aluminium Recycling The Road to High Quality Product. Organization of European Aluminium Refiners and Remelters.
[2] Boin, U.M.J. M. Betram. 2005. Melting Standardized Aluminium Scrap: A Mass Balance Model For Eurepe. JOM
[5] http://www.azom.com/article.aspx?ArticleID=7920#4

Popular Posts