Selamat membaca
Sifat Material
semoga bermanfaat
Showing posts with label Sifat Material. Show all posts
Showing posts with label Sifat Material. Show all posts

Konstruksi Kurva Larson Miller Parameter

Creep merupakan proses deformasi di mana suatu logam berada dalam lingkungan temperatur tinggi dan terkena tegangan yang statis dalam periode waktu tertentu dan secara perlahan-lahan akan terdeformasi secara permanen sehingga akan mengalami kegagalan. Pada material logam, biasanya creep terjadi pada suhu di atas 0,4Tm (Tm = melting temperature). 
Deformasi yang terjadi karena creep merupakan deformasi yang tergantung pada waktu (time dependent). Oleh katena itu, pada komponen-komponen yang telah beroperasi cukup lama pada temperatur tinggi harus dilakukan pemeriksaan untuk mengetahui cacat yang dihasilkan oleh proses creep tersebut dengan cara inspeksi menggunakan metode in-situ metallography. Metode tersebut masih memiliki kelemahan, yaitu sulitnya memprediksi kapan komponen tersebut harus dilakukan pergantian agar tidak terjadi kegagalan yang tidak diinginkan (catastrophic failure). Oleh karena itu, metode tersebut biasanya disandingkan dengan pengujian creep agar mendapatkan hasil yang lebih representatf. Data yang dihasilkan dari pengujian tersebut biasanya akan diekstrapolasi dengan menggunakan persamaan Larson Miller Parameter (LMP). Dari persamaan LMP, dapat dikalkulasi umur sisa dari suatu komponen yang telah beroperasi dalam waktu tertentu dan terkena temperatur tinggi. 
ilustrasi peralatan pada pengujian creep
Pengujian creep dilakukan dengan cara mengukur perubahan dimensi yang terjadi akibat pemberian suhu tinggi dan beban yang konstan. Pengujian creep ini biasanya berguna untuk aplikasi yang parameter kegagalannya ialah regangan (strain) tertentu dan tidak harus terjadi perpatahan. Pada pengujian tersebut, variabel bebasnya berupa waktu, kemudian variabel kontrolnya yaitu besar suhu dan tegangan, serta variabel terikatnya berupa regangan. Biasa dilakukan dalam tegangan yang relatif tidak terlalu tinggi dan regangan yang tidak terlalu besar pula (biasanya kurang dari 0,5%), selain itu pengujian ini dilakukan di dalam chamber yang dapat mengontrol besar variabel suhu dan tegangannya. Grafik hasil pengujian creep ini yaitu:
Grafik strain vs waktu dari hasil pengujian creep
Gambar 1. Grafik strain vs waktu dari hasil pengujian creep[1]
Pada pengujian creep biasa, hasilnya tidak terlalu praktikal untuk diaplikasikan pada komponen yang sedang terekspos temperatur tinggi. Sehingga solusi yang bisa dilakukan yaitu dengan menggunakan pengujian creep rupture test pada temperatur yang didesain sedemikian rupa agar sesuai dengan lingkungan aplikasinya, dengan waktu yang singkat, dan dengan beban yang sesuai dengan aplikasinya. Dan prosedur ekstrapolasi yang umum digunakan untuk bisa memprediksi umur sisa material yang sedang digunakan pada temperatur tinggi yaitu persamaan Larson Miller Parameter. Larson Miller Parameter dicetuskan oleh James Miller dan F.R Larson pada tahun 1951 yang dihasilkan dari penurunan persamaan Arhenius, yang didefinisikan sebagai berikut:

persamaan arhenius


di mana   r    = laju proses creep
               ΔH = Energi aktivasi untuk proses creep
               T    = Temperatur absolut
               R    = Konstanta gas
               A    = Konstanta
Dengan menaturalkan persamaan tersebut didapatkan:

penurunan persamaan arhenius

  
Sehingga didapatkanlah rumus Larson Miller Parameter sebagai berikut:

persamaan larson miller parameter


dimana T adalah temperatur absolut (K), tr adalah rupture time atau umur pakai suatu komponen sebelum dia mengalami kegagalan akibat creep dalam satuan jam (h), sedangkan C adalah konstanta bergantung jenis material.
Tabel 1 Konstanta (C) berdasarkan jenis material[2] 
Konstanta (C) berdasarkan jenis material

Pada pengujian stress-rupture, dihasilkan nilai rupture time (tr) yang didefinisikan sebagai waktu yang diperlukan suatu material untuk mengalami kegagalan dibawah pengaruh pembebanan. Biasanya digunakan dalam aplikasi di mana perubahan dimensi masih ditolerir namun perpatahan tidak dapat ditolerir (tidak seperti uji creep biasa yang batas toleransinya ialah nilai perubahan dimensi tertentu). Perbedaan skematis antara uji creep biasa dengan uji stress to rupture yang menghasilkan Parameter Larson Miller adalah sebagai berikut:
Perbandingan antara pengujian creep dengan pengujian stress rupture 
Gambar 2. Perbandingan antara pengujian creep dengan pengujian stress rupture[4]
Dari data hasil pengujian stress rupture dapat di plot kurva tegangan vs LMP, yang diperlihatkan sebagai berikut:
Kurva stress rupture (tegangan vs rupture time) material iron-based alloy S-590 
Gambar 3 Kurva stress rupture (tegangan vs rupture time) material iron-based alloy S-590[2]
kurva tegangan vs larson miller parameter 
Gambar 4 Plot dari kurva tegangan vs LMP dari data pada Gambar 3[2]
Dengan menggunakan grafik LMP tersebut dapat diketahui umur sisa dari suatu komponen yang terkena creep (jenis material dan kondisi operasi harus sama dengan kurva LMP), yaitu dengan mencari besar hoop stress dari pipa atau tube tersebut dengan memakai rumus  
rumus hoop stress
di mana P = tekanan, D = diameter luar dari tube, dan t = ketebalan. Kemudian rupture time-nya dapat dicari dengan rumus LMP yaitu:.
rumus untuk mencari waktu untuk mengalami kegagalan pada rupture test
Silahkan Download Artikel di atas Dalam Bentuk:

DOC | PDF

Daftar Pustaka
[1] Callister, W.D. 1997. Materials Science and Engineering: An Introduction 6th Edition. New York: John Wiley & Sons, Inc.
[2] Hertzberg, Richard. W. 1996. Deformation and Fracture Mechanics of Engineering Materials. New Jersey: John Wiley & Sons, Inc.
[3] ASM Handbook Volume 8: Mechanical Testing and Evaluation. ASM International.

[4] https://iit.edu/arc/workshops/pdfs/MaterialsCreep.pdf 

Pemilihan Material untuk Meningkatkan Resistansi Terhadap Creep

Pemilihan dan desain material untuk aplikasi pada temperatur tinggi khususnya untuk menghindari fenomena creep harus mengacu pada permasalahan utama yang terjadi pada material jika terkena temperatur tinggi, yaitu pada temperatur tinggi atom akan bergerak sangat cepat akibat adanya proses difusi dan mengakibatkan ketidakstablian mikrostruktur yang berdampak pada sifat mekanik material tersebut. Pada logam dan keramik pemilihan dan desain materialnya harus mengacu pada aspek-aspek tertentu, yaitu[1, 3]:
1.     Pemllihan material untuk menghindari fenomena dislocation creep
·      Memilih material logam ataupun keramik yang memiliki temperatur leleh yang tinggi (Tm)
·     Melakukan pemaduan (alloying) untuk membentuk solid solution dan atau presipitat yang stabil pada temperatur tertentu untuk memaksimalkan dalam menghalangi pergerakan dislokasi
·      Memilih material (keramik) yang memiliki regangan kisi yang besar seperti beberapa unsur dalam bentuk oksida atau silika, silikon karbida, dan silikon nitride
2.       Pemilihan material untuk menghindari fenomena diffusional crep
·         Memilih material logam ataupun keramik yang memiliki temperatur leleh yang tinggi  (Tm)
·         Menggunakan material dengan butir yang besar
·        Mengatur kehomogenan presipitat pada batas butir untuk meminimalkan proses grain boundary sliding
Proses creep pada logam terjadi di T > 0.3 – 0.4 Tm[3], dan pada keramik terjadi pada kisaran T > 0.4 – 0.5 Tm[3]. Oleh karena itu dibutuhkan material dengan temperatur leleh (Tm) yang tinggi. Semakin tinggi Tm suatu material maka material tersebut sulit untuk mengalami fenomena creep karena temperaturnya tidak masuk dalam kisaran/range terjadinya fenomena creep.     
 Jenis material beserta temperatru lelehnya untuk ketahanan creep
Gambar 1. Jenis material beserta temperatru lelehnya[5]
Kekuatan creep berbagai jenis material pada suhu 950C
Gambar 2. Kekuatan creep berbagai jenis material pada suhu 9500C[5]
                Selanjutnya yaitu material dengan butir yang besar memiliki ketahanan creep yang baik. Karena degnan semakin besarnya butir pada suatu material maka akan mengurangi batas butir yang berdampak pada berkurangnya laju difusi, karena diperlambat dengan sedikitnya batas butir. Selain itu batas butir yang sedikit akan meminimalkan proses grain boundary sliding. Sehingga material single crystal merupakan piihan yang terbaik untuk mengurangi proses creep.
Perbandingan antara besar butir terhadap proses creep[
Gambar 3. Perbandingan antara besar butir terhadap proses creep[1]
Dan yang terakhir adalah dengan merekayasa mikrostruktur dengan cara penambahan unsur paduan agar didapatkan material yang tahan terhadap creep. Tujuan utama dari penambahan unsur paduan ini yaitu untuk memodifikasi fasa matriks agar lebih stabil pada temperatur tinggi dan untuk menghasilkan presipitat dan solid solution strengthening sehingga menyulitkan pergerakan dislokasi dan tidak terjadi deformasi pada material. Unsur-unsur paduan yang ditambahkan antara lain[4]:

·     Ni (hingga 70%): Memberikan kekuatan dan ketangguhan pada matriks, menjadikan matriks memiliki fasa austenite yang stabil pada temperatur tinggi dan untuk menghindari terbentuknya fasa gamma yang getas, meningkatkan ketahanan oksidasi, karburisasi, nitridisasi dan meningkatkan resistansi terhadap thermal fatigue.
·   Cr (10 – 30%): Memberikan ketahanan terhadap oksidasi dan sulfidasi, berikatan dengan karbon membentuk CrC yang memiliki ketahanan creep yang baik dan meningkatkan UTS pada temperatur tinggi. Namun Cr dapat membentuk fasa ferrite yang dapat berubah menjadi fasa gamma yang getas sehingga harus diatur sedemikian rupa.
·   C (0.20 – 0.75%): Membentuk karbida dengan unsur-unsur pembentuk karbida sehingga meningkatkan ketahanan creep dan menambah UTS dalam temperatur tinggi
·       Mo, Zr, Ti, N, dan W: Merupakan unsur-unsur pembentuk karbida dan presipitat [Ni3(Al, Ti)] sehingga dapat menahan laju creep dan pergerakan dislokasi dan presipitat yang tersebar merata dan homogen di daerah batas butir dapat mengurangi resiko terjadinya grain boundary sliding

Sedangkan pada material polimer, pemilihan dan desain material yang dilakukan untuk mengurangi proses creep yaitu dengan cara memilih material dengan derajat cross-lingking yang tinggi, karena Tg berbanding lurus dengan banyaknya cross-linking sehingga akan lebih tahan creep. Kemudian mengurangi berat molekul polimer tersebut, karena dengan semakin tingginya berat molekul maka viskositas akan semakin meningkat sehingga akan lebih mudah untuk creep. Serta memilih material polimer yang mikrostrukturnya semikristalin untuk menambah ketahanan creep. Selain itu material polimer bisa ditambahkan dengan serbuk silika yang digunakan sebagai filler, dan bisa ditambahkan serat-serat fiber sehingga beban yang diberikan akan dibawa oleh fiber tersebut sehingga sifat mekanik dan ketahanan creep-nya meningkat.     
Tabel 1 Range temperatur dan jenis material yang digunakan[3]
Range temperatur dan jenis material yang digunakan untuk ketahanan creep

Contoh material yang digunakan untuk aplikasi ketahanan creep pada temperatur tinggi adalah Nickel-Base Alloy yang dapat bertahan hingga suhu 10390C. Material tersebut memiliki sifat yang baik karena terdiri dari matriks berupa austenitic FCC gamma yang dapat melarutkan unsur=unsur seperti Co, Fe, Mo, Cr, Ti yang membentuk solid solution strengthening serta membentuk presipitat berupa gamma prime berupa Ni3(Al, Ti) yang dapat menghalangi pergerakan dislokasi sehingga sulit terjadi creep.
Mikrostruktur superalloy nickle based yang tahan terhadap creep




Silahkan Download Artikel di atas Dalam Bentuk:

DOC | PDF

Daftar Pustaka
[1] Callister, William D. 2007. Materials Science and Engineering: An Introduction Seventh Edition. USA: John Wiley & Sons, Inc.
[2] ASM Handbook Volume 20: Materials Selection and Design. ASM International.
[3] Ashby, Michael F. dan David R. H. Jones. 2005. Engineering Materials I: An Introduction to Properties, Applications and Design. Elsevier Butterworth – Heinemann.
[4] Suharno, Bambang. 2013. Diktat Kuliah Baja Khusus dan Paduan Super. Departemen Teknik Metalurgi dan Material FTUI.

[6] Sofyan, Nofrijon. 2012. Diktat Kuliah Metalurgi Fisik 1. Departemen Teknik Metalurgi dan Material FTUI.

Popular Posts